Kamis, 13 September 2007

semut

Pernah melihat film seperti The bug’s life atau Antz?atau film sejenis yang berkisah bagaimana kehidupan semut? Yang menjawab pernah, pastilah paham betul sistem kehidupan makhluk kecil mengagumkan seperti yang diceritakan dalam film-film tersebut. Yang menjawab belum pun, sedikit banyak tahulah bagaimana hidup semut.

Mereka memang makhluk mengagumkan, bukan hanya kehidupan sosial mereka yang jauh lebih manusiawi daripada manusia sendiri. Sementara notabenenya ‘sosial’ adalah predikat paten milik manusia.

Saya sering melihat semut-semut yang berbaris, berjalan beriring. Tidak ada yang saling menyalip, tanpa saling mendahului. Jika berpapasan, mereka saling menyapa dan melakukan toss dengan saling menyentuhkan antena atau kedua kaki depan mereka. Semuanya begitu teratur, rapi, menunggu gilirannya ‘berjalan’. Jika ada yang tiba-tiba terhenti, mungkin karena sakit perut, atau tiba-tiba pusing di tengah jalan, salah satu, bahkan lebih, dari mereka akan berhenti. Barisan di belakangnya ikut berhenti. Sambil mengangguk-anggukkan kepala dan menggerakkan antena serta kedua ‘tangan’nya. Mereka seolah bertanya,”Ada apa?” atau “Are you OK?”

Sungguh jauh berbeda jika pemandangannya kita alihkan ke arah jalan-jalan yang dipenuhi manusia-manusia dengan kendaraannya masing-masing, saling berpacu berusaha menjadi yang tercepat, menjadi yang paling duluan sampai di tujuan. Jika tiba-tiba iring-iringan kendaraan itu terhenti karena sesuatu hal apalagi karena ada yang ‘celaka’ terjatuh dari tumpangannya maka mulut-mulut mereka mengeluarkan bermacam-macam suara. Mulai dari keluhan, umpatan, bahkan ada yang mengutuk karena akan mengulur waktu perjalanan mereka untuk sampai di tujuan beberapa menit. Beberapa menit! Mereka bahkan tidak sudi kehilangan beberapa menit untuk sekedar singgah atau sekedar bertanya,”Ada apa?” Beberapa dari mereka menurunkan kaca, melongok untuk melihat apa yang terjadi lalu menutup kembali kaca sambil terus membunyikan klakson.

Soal kedisiplinan, semut jagonya. Lihat saja bagaimana mereka selalu berbaris, berjalan, mengangkut. Semua bekerja sesuai tugas tanpa ada keluhan ataupun protes. Semuanya tepat waktu, tak ada yang duduk-duduk saja berleha-leha sementara yang lainnya bekerja keras. Mereka begitu patuh pada peraturan-peraturan yang telah ada jauh sebelum mereka ada. Mereka tidak perlu membuat kesepakatan agar menaati peraturan. Mereka tidak memerlukan rapat-rapat untuk membuat suatu peraturan yang memungkinkan diterima berbagai pihak. Peraturan tersebut tidak perlu dirubah, direvisi, ataupun direshuffle.

Dalam film The bug’s life diperlihatkan, dengan rekayasa tentunya, bagaimana semut-semut itu begitu lahir telah ditentukan tugas dan posisinya masing-masing. Ada yang tertakdir menjadi pekerja ataupun prajurit selama umur hidupnya, sedangkan betinanya menjadi calon-calon ratu yang bertanggung jawab terhadap regenerasi semut. Pada film itu, penentuan tugas tersebut berdasarkan ukuran dan kekuatan fisik. Lucunya, seperti kebanyakan manusia, ada seorang (e … seekor) semut, merasa tidak mendapat tugas sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Setiap saat ia berusaha menunjukkan bahwa tugas yang dimilikinya seharusnya bukan semut pekerja tetapi semut prajurit, meski dengan fisik yang lebih pantas sebagai pekerja. Selanjutnya, diceritakan perjuangan semut tersebut untuk medapat pengakuan dari kaumnya (mereka menyebutnya koloni).
Pada akhirnya, ia berhasil melaksanakan sebuah tugas penting dan menyelamatkan seluruh koloni. Ia pun mendapat kehormatan sebagai pahlawan koloni tersebut. Bagaimana akhirnya? Apa semut pahlawan tersebut serta merta naik pangkat dari semut pekerja menjadi semut prajurit?
Dia mungkin berhasil menjadi pahlawan yang dipuja-puja seluruh koloni tetapi ia tetaplah semut dengan tugasnya sebagai pekerja, mengumpulkan makanan untuk seluruh koloni semutnya. Suatu tugas yang sama hebatnya bagi semut prajurit maupun semut betina.

Terkadang kita lupa apa peran kita di dunia ini dan untuk apa kita berada di tempat kita sekarang.
Terkadang kita menganggap rendah posisi kita sekarang lalu melakukan apa pun untuk mendapatkan apa yang sebenarnya bukan untuk kita.
Terkadang kita menganggap telah berada di tempat tertinggi lalu dengan mendongak kita pandangi mereka-mereka yang kita anggap di bawah kita.
Terkadang…

Malu aku malu pada semut merah, yang berbaris di dinding…


Maros, 14 februari 2007

Tidak ada komentar: