Minggu, 07 Oktober 2007

Meminta Sang Dewi.

Ambilkan bulan, Bu
Ambilkan bulan, Bu
yang slalu bersinar di langit...

Di langit bulan benderang
cahyanya sampai ke bintang

Ambilkan bulan, Bu
untuk menerangi tidurku yang lelap
di malam gelap


Setiap mendengar lagu ini, hati saya langsung ... mmm saya tidak tahu kata yang tepat,
tapi baiklah saya akan coba menggambarkannya. Ketika mendengarnya, saya merasa ada
yang perih (ooh..., hehe) tidak tahu bagian yang mana dan tanpa tahu untuk alasan apa,
berkoordinasi dengan mata yang berkedip-kedip (bukan kelilipan meski alasan itu sering dipakai orang untuk memuaskan rasa malunya....)

Dari lagu ini tergambar permintaan seorang anak kecil, tidak dengan merengek, bukan memelas ataupun memaksa. Walaupun seorang anak kecil sah-sah saja melakukan hal-hal tersebut jika keinginannya tidak dipenuhi. tetapi ia hanya meminta, hanya meminta (sekali lagi!). Meski pada lagu itu kalimat permintaan-nya, ambilkan bulan, Bu diulang hingga dua kali pada awal lagu dan diulangi lagi di bait terakhir, tetep aja tidak ada kesan memaksa karena nada pada kalimat pertama dan kedua sama (tidak meninggi dan tidak ada tekanan). Biasanya anak kecil akan mengembel-embeli rengekannya dengan..Tidak mau!Tidak mau! Pokoknya mau bulan! Ambilkan bulan dong, Bu! Tetapi dalam lagu ini kita tidak mendapati hal seperti itu, kan? (hehe….)

Di langit bulan benderang, cahayanya sampai ke bintang. kalimat tersebut menggambarkan betapa jauh hal yang diinginkan oleh anak itu untuk jadi kenyataan, dan ia sangat memahami hal tersebut. Itu sebabnya ia tidak memaksakan kehendak untuk menjadikannya nyata.

Meski lagu ini untuk anak kecil, kenyataannya lagu ini dibuat oleh orang yang sudah besar/berumur (saya tidak menggunakan kata dewasa, sebab ada perbedaan besar antara berumur dan dewasa. sedang kata yang sebelumnya saya pakai untuk dibandingkan adalah 'anak kecil'). ‘Orang besar’ biasanya lebih punya banyak kata-kata untuk menyamarkan keinginan-keinginannya. Tapi pada lagu ini, permintaannya akan kehadiran sang bulan langsung aja diucapin, ‘Ambilkan bulan’. (Padahal lagu ini dibuat ketika trend lagu-lagu berlirik jujur dan to the point belum menjamur seperti sekarang). Ini adalah suatu bentuk pengakuan dari kaum ‘orang besar’ bahwa kepolosan dan kejujuran tetap monopoli ‘kaum anak kecil’, dan satu fakta lagi yang tidak bisa dibantah, yaitu kaum ‘orang besar’ adalah mereka-mereka yang dulunya anggota ‘kaum anak kecil’. Dalam lubuk hati setiap orang selalu ada keinginan untuk kembali menjadi anggota ‘kaum anak kecil’ meski itu tak mungkin karena terbentur syarat umur keanggotaan. Ini disebabkan adanya anggapan bahwa saat menjadi anggota ‘kaum anak kecil’ adalah saat-saat yang indah, saat yang tidak mungkin berulang. Padahal tidak ada waktu yang berulang. Berarti, setiap detik haruslah kita anggap indah.

Trus, kenapa harus bulan? Apakah lagu ini dinyanyikan seorang anak yang sedang memandangi bulan dari jendela kamarnya sebelum tidur? Sepertinya begitu. Saya sendiri melihat bulan sebagai senja sepanjang malam. Jika senja hanya menggoreskan warna indahnya di satu sisi langit aja maka purnama adalah senja yang mewarnai se-hampar langit, sepanjang malam. Jika kita harus mencari daerah-daerah yang dapat membuat kita melihat langit sisi barat tidak terhalang oleh apapun seperti laut, atau hamparan sawah, maka cahaya warna sang bulan bisa kita nikmati di mana saja, di pinggir jalan, di atap rumah, atau di balik jendela kamar, di mana pun sepanjang malam. Jadi, adakah makhluk bumi yang tidak mengagumi keindahan sang dewi malam ini? (Anak kecil aja tau mana barang yang bagus dipandangi…hehe). Bahkan, srigala pada saat purnama, melolong meneriaki sang dewi, entah mengagumi. entah memaki.

Ambilkan bulan, Bu. Anak ini meminta ibunya untuk mengambilkannya bulan. Kenapa bukan Ambilkan bulan, Pak? Kenapa memintanya pada ibu dan bukan pada ayahnya? Ini pertanyaan yang agak susah dicari jawabannya. Ambilkan bulan, Bu merupakan permintaan rahasia seorang anak, dibisikkan ketika hendak tidur dimana sang ibu mulai menyelimuti tubuh anaknya dan memberikan kecup selamat malam. Seseorang lebih bisa berbagi rahasia pada orang yang lebih sering bersamanya, orang yang pertama kali dilihatnya saat muncul di dunia (bidan dong! Hehe…maksudnya ibu lho....); nb: pada sebagian kasus mungkin tidak seperti ini.

Ambilkan bulan, Bu. Untuk menerangi tidurku yang lelap di malam gelap. Bukankah itu sudah tugasnya sang bulan? Untuk menerangi gelapnya malam? Tidak perlu ada di samping kita, kan? jika ingin merasakan terangnya?

Kalau yang didengar lagu versinya Tasya…bener-bener keren!! Musik sendunya berpadu dengan suara polos Tasya yang lembut banget. Padu banget! Kita bakalan mendengar Tasya seolah tidak bernyanyi tetapi bercerita kepada kita tentang keinginannya. Di bagian akhir, Tasya mengulangi lagi permintaannya tapi dengan efek fade out menggambarkan bahwa dia sama sekali tidak memaksa, seolah dia ingin berucap, tidak apa-apa deh….

Tamalanrea, 28 sept 07

Tidak ada komentar: