Sebelum menulis ini, saya berfikir lama sebelum akhirnya menemukan kata-kata yang tergambar di pikiran saya sebagai wajah generasi muda Indonesia. Anak muda indonesia adalah mereka yang lebih senang bermimpi daripada bekerja keras mewujudkan mimpinya. Coba kita lihat sekarang, banyak acara-acara atau kegiatan pencarian bakat yang nyata-nyata hanya menjual mimpi dan popularitas saja.
Saya tidak menyalahkan mereka-mereka yang ada di jalur seni. Bahkan saya adalah penggemar seni, baik itu seni audio berupa musik, lagu ataupun audio – visual seperti film dengan gambar-gambar dan akting yang bagus (dalam arti sebenarnya!), ataupun seni sastra, berupa kata-kata bagus seperti lirik lagu, puisi, atau cerita-cerita bagus.
Menurut saya, ada garis batas yang sangat lebar antara seni dan popularitas.
Anak Indonesia adalah mereka yang malas baca. Coba ambil satu sampel secara acak (tarik aja salah satu anak yang berseragam di jalan...) lalu tanya, berapa buku yang mereka baca dalam sehari, atau paling tidak dalam seminggu or sebulan? Siap-siap saja kecewa mendengar jawabannya. Mungkin ada yang menjawab satu (itu pun buku pelajaran karena akan ada ujian), atau mungkin ada celetukan, “eh, buku itu apaan? bisa dimakan ya?” (hehe..bayangan saya terlalu mengerikan ya?).
Anak indonesia adalah mereka yang kehilangan jati diri sebagai bangsa (ini adalah keluhan seorang teman yang gerah melihat banyaknya wajah asing di TV atau wajah asing tapi di-Indonesia-in atau malah sebaliknya (lebih ancur lagi) wajah indonesia banget tapi tingkah, gaya, bahkan cara bicara di barat-barat-in, dan tidak bisa lagi menemukan wajah indonesia).
Anak indonesia adalah …ah, kalian juga bisa menggambarkan sendiri…
Saya sendiri bukanlah seorang tua yang begitu bijak dan merasa berhak memberi nasehat. Saya kurang lebih masih termasuk dalam jajaran generasi muda (kalau masih boleh hehe...) yang dalam rangkaian waktu disentak setelah menoleh sedikit ke belakang. Saya akhir-akhir ini sering berfikir apa yang salah dengan bangsa ini. Padahal kita adalah turunan dari bangsa yang besar. Tidak kalah dengan bangsa arya (yang selalu dibanggakan orang eropa itu...). Nenek moyang kita (kata nenek saya) adalah orang bermartabat, jujur dan berani. Terbukti dengan banyaknya orang-orang dari bangsa ini yang kita kenal di masa lalu sebagai pejuang yang tidak sudi tunduk di bawah perintah bangsa lain. Kita adalah bangsa kaya (ini doktrin pemerintah sejak saya SD) terbukti bahwa siapapun yang pernah memerintah negeri ini dalam waktu lama pasti jadi makmur (hehe). Kita adalah bangsa yang cerdas, tidak percaya? ada yang meragukannya? Ok, saya paparkan buktinya...mm...tunggu dulu..maaf yang ini agak lama....ingat bahwa kita merdeka dan diakui sebagai negeri yang berdiri sendiri seperti sekarang adalah berkat kecerdasan orang-orang Indonesia yang berdiplomasi di depan para pemimpin bangsa lain untuk membuat mereka tahu dan mengakui bahwa kita adalah suatu bangsa? Pendahulu-pendahulu kita itu tidak mungkin memakai bahasa jawa or bugis di sana, kan? Atau..., Tahu Olimpiade Fisika, kan? Juara-juaranya, kan dari bangsa ini.
Jadi tidak benar anekdot yang berbunyi bahwa katanya ada orang Jepang yang pernah berkata seandainya orang Indonesia adalah menu makanan, maka bagian yang paling lezat adalah otaknya karena tidak pernah dipakai atau tidak pernah bekerja keras. Ini ejekan yang mengatakan bahwa kita adalah orang yang malas berfikir, what?! Kalau berfikir aja malas..bagaimana belajarnya...? Padahal pendahulu kita pekerja keras, koq turunannya pada jadi pemalas sih..
Saya juga bukanlah salah satu dari juara-juara olimpiade itu atau bagian dari orang-orang hebat yang pernah membentuk bangsa ini sehingga merasa punya sedikit kekuatan menghakimi. Justru saat saya menulis ini, saya ikut terhakimi.
Sekali lagi, apa yang salah dengan bangsa ini? Mengapa bangsa lain bisa maju dengan begitu pesat sementara kita tertatih di belakang. Lihat Malaysia sekarang, dengan mudahnya Malaysia mengejek dan menginjak-injak harga diri bangsa kita. Padahal, dulu Malaysia siapa sih? Bahkan Malaysia hampir kita ganyang waktu jaman Sukarno. Tapi kenyataannya sekarang, memang sebagian besar bangsa kita yang bekerja di sana adalah pembantu atau buruh. Jadi wajarlah jika pandangan mereka terhadap bangsa kita agak-agak gimanaaa gitu....Malaysia adalah bangsa yang mau belajar. Program membangun mereka mulai dengan belajar dengan mendatangkan guru-guru (dari Indonesia!) dan mengirim anak-anak mereka berguru di sini.
Bahkan, sekarang katanya orang Indonesia banyak datang ke sana untuk menjadi tentara bayaran. Sepertinya bangsa kita lebih suka membela negara lain demi uang. Jangan-jangan nanti, akan ada perang antar saudara sekandung, saudara sepupu.
Itu baru Malaysia. Mau kita bandingkan dengan bangsa lain lagi. Jepang? Korea selatan? Afrika? ....aduh bo...cape deh.....
Ditulis di Maros, 21 Februari 2008 ditengah keprihatinan dan rasa kecewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar