Sabtu, 09 Januari 2010

ARTI SEBUAH NAMA (Saat Menyusuri Jalan Pulang…)

Siang mulai meninggi dan langit kembali berhias dengan awan mendungnya. Aku berjalan sendiri di tengah suara ramai yang membuatku pusing. Lalu suara-suara itu makin ramai saat rintik mulai jatuh. Orang-orang berhamburan mencari tempat berteduh, aku ikut berlari dan menemukan sedikit ruang di emperan toko, itu pun setelah berdesakan dengan orang di sebelahku dan aku kekeh mempertahankan keberadaanku di sana.
Aku menatap ke jalan yang basah dan mulai menikmati hujan yang rintiknya bagai nyanyian di kupingku. “..listening to ryhthm of the falling rain…told me just what a fool I’ve been….” sembari mengingat pertemuanku dengan seorang teman, teman lama.
#

Aku melihat sekilas kearahnya lantas memalingkan muka begitu ia menatapku, tapi ia malah mengumbar senyumnya dan memanggil lengkap namaku.
Aku menyalaminya kaku sambil mengingat-ingat namanya, tapi tak satu huruf pun yang melintas di pikiranku.
“Masih ingat saya, kan?”
“Tentu ingat…” dalihku sementara otakku bekerja keras mendata semua nama dan mencari nama orang di depanku ini.
Yang kuingat ia bukanlah tipe gampang dikenal semua orang waktu sekolah dulu. Tapi tentu saja aku pernah sangat kenal dengan namanya.
“Siapa coba…?”
Aku tersenyum menutupi salah dan mengalihkan topik, “Kamu dimana sekarang?”
Dia menyebut satu nama instansi.
“Kamu..? dia balik bertanya.
“Masih kuliah.,” jawabku sedikit malu. Sebuah jawaban yang menandakan manusia yang seharusnya sudah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) masih bergantung dan menjadi beban orang lain.
“Kamu ingat namaku tidak…?”Dia mendesak lagi. Aku tidak menggeleng, tapi dari muka kecewanya, jelas ia tahu kalau aku benar-benar lupa.
“Masa sama teman.. lupa….” Lalu sebutnya, “Saya Apri.”
“Oooh…iya…,” aku tersenyum seolah baru teringat tapi nama yang barusan disebutnya malah makin mengaburkan ingatanku. Ia lalu pamit dan meninggalkanku, masih dengan muka bengong. Aku yakin seyakin-yakinnya, nama yang disebutnya tadi tidak pernah ada dalam kehidupanku.
Aku masih mengingat-ingat namanya. Aku ingat betul siapa dia. Tentu saja aku mengingatnya, kami pernah sangat dekat. Aku ingat dimana letak bangkunya di kelas. Aku tahu kebiasaan-kebiasaannya. Aku ingat riasan rambutnya jika ke sekolah. Tapi namanya…aku benar-benar tidak bisa mengingatnya…, hanya nama, bagian identitas orang yang biasanya kuanggap remeh.
Saat berlari mengejar bis, aku kembali berpapasan dengannya. Giliran aku yang mengumbar senyum, dia tidak bereaksi. Aku menegurnya, “Mau pulang juga..?” Dia menatap dingin ke arahku seolah belum pernah bertemu denganku. Aku menatapnya takjub, senyumku berubah masam. Dari atas bis aku masih melihatnya berdiri di halte.
#
Hujan mulai reda. Tempatku berdiri pun mulai lega karena orang sudah kembali ke jalan. Aku masih berdiri menatap ke jalan yang basah dan lagu itu masih terdengar mengejekku “..listening to ryhthm of the falling rain…told me just what a fool I’ve been….”
Aku berjalan pelan menyusuri setapak yang becek. Kota ini belum berubah. Setelah hampir sepuluh tahun aku mondar mandir setiap setahun sekali, belum juga terlihat perubahan. Hanya aku yang berubah. Mungkin.
Seorang ibu tua menatapku dan tersenyum memperlihatkan giginya yang tidak lengkap lagi. Lalu ingatanku melayang ke saat itu, seorang anak kecil membalas senyum itu dan memperlihatkan giginya yang belum lengkap pada seorang ibu yang selalu memberinya permen tiap kali melewati toko kecilnya. Lalu anak kecil itu memanggil nama seorang anak perempuan sebayanya yang muncul malu-malu di depan pintu toko, menarik lengannya dan mengajaknya berlari. Bibirku ikut bergerak berusaha keras mengeja sebuah nama. Nama itu seolah bagian dari kepingan ingatanku yang tercecer, entah di mana.
Aku menatap ibu tua itu tanpa reaksi. Aku ingin sekali membalas senyumnya tapi aku malah menunduk dan menatap senyumku di genangan air.

Aku kembali tertegun ketika di kejauhan seseorang turun dari bis yang datang belakangan dibanding bisku. Tatapan dingin yang disuguhkannya saat kami kembali berpapasan di halte bis kembali membayang dan suaranya masih terdengar jelas, “Namaku bukan Apri…”

***

Tidak ada komentar: